Ojo
Dibanding-Bandingke!!
Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia,
khususnya warganet Indonesia dibuat takjub dengan seorang bocah yang
menyanyikan lagu “ojo dibandingke” di media sosial. Anak tersebut bernama Farel
Prayoga asal Banyuwangi kelas enam SD. Berkat viralnya video yang ada di
Youtube, Instagram dan media sosial lainnya, maka bakatnya ini pada akhirnya
banyak dilirik oleh orang banyak, baik itu dari produser musik, youtuber,
bahkan sampai Presiden RI, Joko Widodo. Ya, bahkan Farel puncaknya sampai
dipanggil untuk menyanyika lagu “ojo dibandingke” ini di istana negara dalam
peringatan HUT RI ke-77 tahun 2022.
Terlepas dari kontroversi yang ada, karena
memang tema lagunya adalah patah hati, tetapi dinyanyikan oleh anak di bawah
umur, lagu ini tetap memiliki hikmah, yang menurut hemat kami adalah, baik dan
bisa diambil. Kenapa demikian? Karena lagu ini mengungkapkan keluh kesah hati
yang selalu dibandingkan dengan orang lain. Jika kita dibandingkan dengan orang
lain, tentu saja hati kita akan sakit, karena kita, menurut anggapan orang yang
membandingkan kita dengan orang lain, tidak dianggap sama dengan orang yang
dibandingkan.
Tentu saja dampaknya pun akan sangat buruk terhadap kita yang dibanding-bandingkan dengan orang lain, seperti misalnya, kita akan jadi minder, merasa tidak berguna, merasa tidak bernilai, bahkan yang parah kita akan merasa tidak akan pernah cocok untuk tinggal dengan orang-orang yang selalu membandingkan kita. Oleh karena itu, membanding-bandingkan di dalam Islam sejatinya tidaklah diperbolehkan, karena Islam sangatlah menjunjung tinggi keadilan. Dengan demikian, sebelum kita membanding-bandingkan orang lain, mari kita lihat dua hal yang akan kita bahas pada artikel ini.
Kedudukan
Manusia Sama Di Mata Allah SWT
Sebelum kita membanding-bandingkan orang lain,
perlu kita garis bawahi bahwa di Mata Allah SWT, kedudukan kita itu sama, yang
membedakan hanyalah ketaatan dan keimanan kita kepada Allah SWT saja. Hal ini
sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT di dalam surat Al-Anfal ayat 4, “Mereka
itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat
yang tinggi di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki yang mulia”. Di ayat
tersebut, dengan jelas Allah SWT menyatakan bahwa kedudukan manusia itu
tergantung pada tingkat ketaatan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, semakin
banyak perintah Allah yang ditaati dan semakin banyak larangan Allah yang
dijauhi, maka akan semakin tinggi pula derajatnya di mata Allah SWT dan tentunya
para makhluk-Nya. Akan tetapi jika sebaliknya, maka tentu akan semakin rendah
pula derajatnya di mata Allah SWT dan para makhluk-Nya. Oleh karena itu,
patutlah bagi kita berhati-hati dalam setiap perbuatan kita, agar tingkatan
kita tidak dianggap rendah di hadapan Allah SWT dan para makhluk-Nya.
Jadi, jika kita mampu untuk menjadikan ayat ini sebagai bahan pertimbangan dalam setiap hal yang akan kita lakukan dan ucapkan, maka tentunya kita akan sadar bahwa bukanlah wewenang kita untuk menghukumi kedudukan orang lain, atau bahkan sampai membanding-bandingkannya. Lebih baik kita fokuskan kepada diri kita sendiri, atau membanding-bandingkan diri kita sendiri. Hal itu sangatlah penting, sebab hal seperti itu bisa kita jadikan sebagai tolak ukur evaluasi pada diri kita sendiri. Oleh karena itu, mulailah untuk melihat kekurangan-kekurangan pada diri sendiri daripada kita melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada diri orang lain. Dimulai dari cara kita mendirikan shalat, waktu kita mendirikan shalat, semangat kita dalam bersedekah, semangat kita dalam menolong agama Allah dan sebagainya. intinya temukan kekurangan pada diri sendiri saja, jangan sampai mencari kekurangan pada diri orang lain, sebab kita tidaklah mempunyai wewenang untuk mengatakan itu, hanya Allah SWT lah yang bisa mengetahui derajat setiap manusia. Wallahu a’lam.
Setiap Manusia
Memiliki Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing
Jika kita tarik dari firman Allah di surat
At-Tin di ayat 4, manusia memang diciptakan oleh Allah SWT dengan sempurna. Memang
manusia diciptakan secara sempurna karena manusia memiliki aspek jasmani, yang
bisa kita katakan bahwa nafsu sangat dominan di sini, dan juga aspek ruhani,
yang bisa kita katakan bahwa akal sangat dominan di sini. Dua aspek ini harus
saling mendukung satu sama lain agar tercipta kesempurnaan. Jika saja salah
satunya lebih kuat dorongannya, maka minuslah kesempurnaannya. Oleh karena itu,
pada dasarnya kekurangan fisik tidaklah mempengaruhi bentuk kesempurnaan
manusia, karena kesempurnaan manusia akan tercipta bila aspek jasmani dan aspek
ruhani berpadu. Dengan demikian, maka sejatinya kitalah yang bisa
mempertahankan kesempurnaan yang sudah diberikan Allah SWT.
Namun, yang perlu menjadi perhatian mendasar
adalah bahwa manusia tetaplah memiliki batasannya masing-masing, meskipun dia
sudah menjaga kesempurnaannya. Hal ini disebabkan hukum asal manusia adalah
makhluk Allah SWT, di mana makhluk sesuai sunnatullahnya memiliki batasan kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Misalnya, jika melihat kemampuan berlari antar balita,
jika kita lihat secara kategorinya, tentu akan sama, tetapi hasil dan cara
larinya akan berbeda, karena fisik dari setiap balita tidaklah sama. Nah, hal
ini pun berlaku bagi kita semua, kita meskipun sesama manusia pun memiliki
kemampuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, jangan sampai kita buta dengan
keadaan, yang menyebabkan kita pada akhirnya suka membanding-bandingkan orang
lain. Jika memang menginginkan yang terbaik untuk orang lain, maka beritahulah
dengan cara yang baik, bukan dengan cara membanding-bandingkannya dengan orang
lain. Sebab, ini adalah perbuatan yang tercela dan berpotensi menyebabkan sakit
hati.
Konsekuensi mempunyai dosa dengan sesama makhluk
adalah bisa menjadi orang bangkrut di akhirat, nau’udzubillahi min dzalik.
Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan dengan matang seiap ucapan yang
akan keluar dari lisan kita. Apakah yang akan kita ucapkan bisa menimbulkan
kebencian, kemarahan, sakit hati? Semua itu haruslah dipikrkan sebelum
mengucapkan, jangan asal ceplas-ceplos tanpa melihat efeknya. Oleh
karena itu, jika masih mempunyai kebiasaan jelek ini, yaitu ceplas-ceplos
dalam berucap, suka membanding-bandingkan orang, dan sebagaianya, maka mulailah
meminta maaf kepada segenap orang yang pernah kita ajak bicara, barangkali ada
ucapan yang menyakiti hati, menyebabkan kemarahan, menyebabkan mental down,
dan sebagainya. Lalu tahap selanjutnya, mulailah untuk sedikit demi sedikit
menghindari kebiasaan itu. Wallahu A’lam. (elmota’allem)
Komentar